Berbicara masalah sejarah adalah sesuatu pemikiran yang mengacu pada masa lampau oleh karenanya pemaparan dalam hal sejarah merupakan penyampaian peran tentang apa-apa yang pernah terjadi pada masa lampau.
Kalau kita soroti dari segi tujuan dalam hal pemaparan sejarah adalah sebagai bandingan pada masa sekarang dan sebagai cermin terhadap peristiwa masa yang akan datang. Dalam hal ini kita berbicara sejarah yang lebih khusus yaitu Sejarah Desa.Nama suatu desa atau wilayah umumnya mempunyai makna tertentu yang dimaksudkan untuk mengenang suatu kejadian atau hal-hal lain yang dianggap sebagai inpsirasi nama itu diberikan.Pemberian nama desa atau suatu wilayah khususnya di Bali berkaitan erat dengan sejarah Raja-Raja di jaman dahulu seperti yang sering dijumpai dalam Babad, lontar ataupun Prasasti.
Dalam babad “Kerajaan Kenceng” dinyatakan bahwa sejarah Desa Kukuh diambil dari usaha Raja Tabanan untuk mendapatkan lokasi baru.Ida Cokorda Nur Pande Ratu Singgasana Tabanan XIII sebagai pengganti ayah baginda yang bergelar Sri Megade Sakti Ratu Singgasana XII dikenal sebagai raja yang bijaksana. Wilayah kerajaan berbatasan dengan gunung Beratan di sebelah Utara, Tukad/sungai disebelah Timur, laut disebelah Selatan,dan Tukad Pulukan disebelah Barat. Alamnya sangat subur, keadaan ini membawa Raja Tabanan kealam kejayaan. Akan tetapi dibalik semua kekayaan itu, Baginda belum merasa bahagia walau setelah sekian lama usia perkawinan beliau belum juga memperoleh seorang Putra yang akan menjadi pewaris kerajaan, keadaan ini menjadikan baginda bertekad dan berjanji, bahwa apabila baginda raja berhasil dikaruniai putra maka putra sulung tersebut yang akan dinobatkan sebagai raja penggantinya meskipun lahir dari ibu penawing. berdasarkan tradisi sesana putra mahkota berhak atas mahkota adalah putra yang lahir dari permaisuri. Tidak berselang beberapa lama istri baginda raja yang bernama Si Mekel Sekar dari Sekartaji hamil dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Sirarya Ngurah Sekar. Tetapi tak lama kemudian permaisuri yang berasal dari Delod Ruung, bernama Gusti Luh Wayan, Putri Kiyai Nana dan hamil pula dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Siarya Ngurah Gede. Selanjutnya baginda raja mempunyai putra dan putri.
Setelah lda Cokorda Nur Pemade wafat, Sirarya Ngurah Sekar dinobatkan menjadi raja dengan gelar Cokorde Di Sekar (Ratu Singgasana XIV), sesuai dengan janji almarhum baginda raja. Sementara itu Siarya Ngurah Gede tetap di Puri Tabanan tanpa mempunyai status yang pasti. Maka pada suatu hari, beliau pergi meninggalkan Puri diam – diam menuju Ki Pasek Gobleg disebelah utara gunung. Dari tempat itu beliau melanjutkan perjalanan ke Desa Banjar. Ditempat ini beliau menginap di Griya Brahmana Kemenuh dan tinggal untuk waktu yang tidak tentu lamanya.
Sepeninggalan Sirarya Ngurah Gede, keadaan Puri Tabanan menjadi panik. Baginda Raja mengirimkan utusan untuk mencari adiknya. Tiga kali utusan yang dikirim tidak berhasil mengantarkan Sirarya Ngurah Gede pulang ke Puri Tabanan. Baginda Raja tidak tega membiarkan adiknya bermukim di luar kerajaan. Beliau mengirimkan utusan yang ke empat dipimpin oleh Kiyai Subamia Gadungan dengan mandat penuh asalkan adiknya bersedia kembali ke Puri Tabanan. Tugas utusan dapat dilaksanakan dengan lancar. Sirarya Ngurah Gede bersedia pulang ke Puri Tabanan setelah dipenuhi permintaannya yaitu; “Separuh Negara dan Rakyat Tabanan diserahkan kepada beliau”. Di buatkan Puri yang sama dengan Puri Agung Tabanan. Sirarya Ngurah Gede dan utusan mohon diri kepada Sang Pendita.
Kepergian Sirarya Ngurah Gede dilepas dengan suka cita oleh Sang Pendita, dengan pesan,
“Yan Sira Rahadian Amangun Graha, Pilihana Asiti Kang Ametu Kukus, Ikang Wenang make Graha Ire Rahadian”
(Jika ananda membangun Puri Pilihlah tanah yang mengepulkan asap. Ditempat itulah patut Puri paduka ananda berdiri). Keberangkatan Sirarya Ngurah Gede ke Puri Gede Tabanan diiringi oleh utusan dan seorang Brahmana dari Banjar.Kedatangan mereka diterima dan disambut dengan gembira oleh Baginda Raja. Sejak saat itu Sirarya Ngurah Gede disebut dengan nama Sirarya Ngurah Gede Banjar atau Cokorda Gede Banjar. Sebagai pelaksana perjanjian, baginda mengirim untuk mencari dan meneliti tempat yang wajar untuk tempat kerajaan adindanya. Pada suatu hari sampailah utusan pada suatu daerah (pedukuhan) yang dikenal dengan nama Dukuh Pengembungan disebelah selatan Desa Meliling. Tiba – tiba dikejauhan daerah arah selatan dari Desa Pegembungan tempat asap mengepul menjulang tinggi seakan akan menembus langit. Setelah diteliti ternyata asap itu sangat cocok untuk sebuah kraton baik dari segi keamanan mauun dari unsur keindahan. Pembangunan Puri pun dimulai, aturan tata kota diatur rapi. Jalan lurus yang mengelilingi Puri dengan perempatan yang lebar. Pembagian pola pemukiman masing-masing persegi empat panjang, yang lebar dibatasi dengan jalan-jalan dan lorong yang lurus sehingga mudah mengaturnya. Puri ditengah-tengah dengan megahnya berdiri, lengkap dengan pembagiannya seperti yang di janjikannya. Semuanya serasi sehingga tempat angrawit atau sangat indah. Disebelah Timur pemukiman ini mengalir sungai Abe dan disebelah barat sungai Lating yang berfungsi sebagai sarana pertahanan dan aliran kemakmuran. Ini terjadi pada pertengahan abad XVII. Pada waktu Ida Cokordo Banjar memasuki Puri yang baru ini diiringi oleh kaula yang cukup banyak mengisi daerah pemukiman ini. Semuanya merasa puas dan kagum akan kemegahan dan kehindahan atau “Kerawitan” Puri dan sekitarnya. Puri baru ini diberi nama Puri Agung dan wilayah sekitar kerawitan yang akhirnya menjadi Kerambitan. Demi pertahanan dan ketahanan wilayalah kaula warga inipun diatur demikian rupa. Daerah Barat Daya bermukim pemberani, maka diberi nama Banjar Wan. Daerah tenggara bermukim para endakan akhimya disebut Banjar Pekandelan dan Kedampal. Daerah ulu atau Utara didirikan sebuah pemujaan sebagai ungkapan perana sukseme terhadap Sang Hyang Widhi Wasa dari pada batu besar sebagai lingga. Batu ini bergerigi dan bergeriti, sehingga daerah-daerah itu diberi nama Baturiti. Di Daerah Timur Laut bermukim warga yang telah teguh kukuh, sebagai pengaman pintu masuk yang akhimya daerah ini diberi nama Banjar Kukuh yag sekarang menjadi Desa Kukuh.
Dengan demikian jelaslah bahwa riwayat Desa Kukuh tidak bisa dilepaskan dengan Desa Kerambitan dan Desa Baturiti yang sampai saat ini menjadi satu Desa Adat Bale Agung.